Rabu, 03 Oktober 2012

PERI DAN PENGEMBARA

PERI DAN PENGEMBARA

Alkisah di sebuah dunia, ada seorang manusia dan peri yang saling jatuh cinta.
Mereka bertemu setiap senja tiba. Karena saat itulah sang peri bisa menampakkan
wujudnya.
Setiap kali akan bertemu, si pengembara harus naik ke sebuah pohon tinggi, dan sang
peri menunggunya disana dengan senyum, sayap keperakan dan tubuhnya yg bersinar
kuning keemasan.
Peri tidak mungkin turun dari pohon tinggi itu, apalagi menjejakkan kakinya ke
tanah, karena saat itu juga dia bisa mati.
Waktu bertemu mereka pun tak bisa lama, karena saat matahari benar2 tenggelam di
ufuk barat, peri harus cepat-cepat pergi kembali ke sarangnya di sebuah dunia peri.
Mereka tak pernah punya banyak waktu untuk bertemu. Tapi mereka selalu mampu mengisi
singkatnya pertemuan itu dengan hal2 manis penuh keindahan, seperti pelukan dan
ciuman.

Hingga di suatu hari yang sial, pengembara jatuh dari pohon saat dia tergesa2 naik
utk bertemu sang peri.
Kedua kakinya patah, dan tak mungkin memanjat pohon lagi. Sang peri begitu sedih
karena tak bisa bertemu kekasihnya.
Dengan derai airmata dan kesedihannya, perlahan dia terbang rendah, dan melihat si
pengembara sedang terkulai di tanah, memegangi kedua kakinya yang patah.
"Jangan terbang terlalu rendah, nanti kau bisa mati" teriak pengembara, hatinya
dipenuhi kekhawatiran takkan pernah melihat sang peri lagi.
"Aku merindukanmu" balas peri.
"Aku tidak ingin kehilangan dirimu" suara pengembara terdengar hampir menangis.
Peri semakin sedih, lalu tiba2 dia berteriak.
"Pejamkan matamu, dan bayangkan diriku"
"Untuk apa aku harus memejamkan mata, kalau saat ini aku bisa melihatmu?"
"Tolong, lakukan saja.. Lakukan dengan sepenuh hati dan jiwamu"
Ragu-ragu si pengembara menuruti apa yg dikatakan kekasihnya. Menutup mata, dan
membayangkan sang peri. Bukan sesuatu yang sulit untuk dilakukan, karena sosok peri
begitu lekat dalam pikirannya.
Dan, tak lama kemudian si pengembara merasakan tubuhnya menjadi ringan, perlahan dia
membuka mata, dan begitu takjub ketika menyadari apa yang terjadi.
Dia terbang!
Serbuk-serbuk bintang bersinar disekitar tubuhnya.
Pengembara tertawa tawa keras, hatinya seakan meledak karena bahagia.
Dipeluknya tubuh sang peri, mereka berciuman sambil terbang semakin tinggi, melewati
pepohonan, berayun diantara reranting. Senja itu mereka rasakan sebagai kesempurnaan
dalam kebersamaan. Mereka larut dalam cinta, bahagia sekaligus airmata.

Namun keesokan harinya, sang peri merasakan ada yang salah dengan dirinya. Tubuhnya
terasa begitu lemah seakan tanpa tenaga. Perlahan dia memaksakan diri untuk terbang.
Aku tak mau melewatkan senja hari ini, aku tak akan mengecewakan pengembaraku,
bathinnya.
Sang peri menuju ke sarang seorang tetua peri, dia seorang bijak dan penyembuh. Peri
berharap tetua peri akan mengetahui apa yang terjadi dengan tubuhnya.
"Masuklah..." Kata tetua peri.
Dilihatnya sang peri yang tampak begitu lemah.
"Ciiihhh...!! Tubuhmu penuh dengan bau manusia" teriak tetua peri itu, matanya
melotot dipenuhi kebencian dan rasa jijik.
"Kau tak akan pernah memiliki serbuk bintang lagi, tubuhmu telah dikotori dosa
manusia, kau tak akan pernah menjadi bagian dari kami lagi"
Sang peri kebingungan, dadanya sesak dengan kesedihan. Ketakutannya hanya satu, tak
akan pernah bisa bertemu si pengembara.
"Apa yang harus aku lakukan tetua? Tolong aku, aku rela kalau harus pergi dari sini.
Bisakah kau mengubahku menjadi manusia? Aku mau melakukan apa saja, aku mau menukar
apapun yang kumiliki asalkan bisa menjadi menusia"
"Mmmhh.. Kau mau menukarnya dengan -apapun-...?"
"Ya, aku mau menukarnya dgn apapun, asalkan aku bisa berubah menjadi manusia biasa"
"Pulanglah, pikirkan lagi.. Esok kembalilah kemari, jika kau yakin dengan keputusanmu"
"Aku tidak mau menunggu, aku ingin kau melakukannya hari ini, aku harus bertemu
dengannya senja ini"
Tetua menatap lekat sang peri.
"Baiklah, akan kulakukan, tapi kau harus siap dan bertahan karena prosesnya akan
sangat menyakitkan"
"Aku sanggup melakukan apapun untuk bisa bertemu dengannya senja ini"
"Kau benar-benar telah buta" desis tetua itu.
Singkat cerita, setelah melalui berbagai ritual dan proses menyakitkan, sampai membuat
sang peri sekarat, akhirnya dia terkulai lemas, benaknya dipenuhi sosok pengembara
hingga dia mampu meredam semua rasa pedih perih di sekujur tubuhnya.

Peri mencoba melangkah pelan, kaki-kakinya menginjak tanah, lalu dia berlari kecil,
melompat-lompat, berputar, menikmati kehidupan barunya sebagai manusia.
Matahari mulai merona merah saga. Sang peri berlari lebih cepat, tak dipedulikannya
lagi sepasang kakinya terluka menerjang belukar dan bebatuan. Aku akan memiliki
waktu lebih lama dengan pengembara, pekiknya dalam hati. Kami akan menikah, tinggal
di rumah mungil yang halamannya di penuhi bunga warna warni.
"Pengembara, aku datang...!" Teriaknya, saat melihat pengembara duduk terpaku
disebuah pohon besar penuh sulur.
Si pengembara terkejut melihat peri kekasihnya, tanpa sayap, tanpa sinar dan
menjejak tanah.
"Aku mencintaimu, mari kita menikah" kata peri seraya meraih tangan si pengembara.
Tergesa peri duduk di depan si pengembara, memeluk pengembara dengan erat dan
perlahan mendekatkan bibirnya ke bibir pengembara.
Mereka berciuman lama, saat kemudian tiba2 sang peri merasa bibir kekasihnya menjadi
begitu dingin demikian juga dengan tubuh pengembara yg sedang dipeluknya.
Dilihatnya mata pengembara terpejam, tubuhnya semakin melorot dan terjatuh. Peri
mendekatkan wajahnya ke hidung pengembara. Dia tidak merasakan ada nafas disana.
"Pengembara, pengembaraku.. Apa yang terjadi,.. Ini tidak mungkin.."Peri menjerit
sambil menciumi wajah pengembara yang telah dingin dan kaku.
"Aku mencintaimu, tolong jangan tinggalkan aku.. Kita akan menikah, kau ingat janji
kita?..kita bisa selalu tertawa bersama, saling memberi kehangatan, tanpa terpenjara
waktu.." Airmata berderai membasahi pipinya.
Tiba-tiba terdengar sebuah suara berat
"Kamu telah berjanji.."Suara tetua sejenak menghentikan tangis sang peri.
"Kamu berjanji akan menukarnya dengan apapun untuk bisa berubah menjadi manusia..
Sekarang kau telah membayarnya. Tak ada yang lebih sepadan dengan ke-manusia-an mu
selain nyawa dari orang yang paling kau cintai, karena sesungguhnya cinta adalah
sebuah dosa" Suara itu bergema sampai ke relung-relung hutan.
Sang peri berteriak sekuat tenaga, kepedihan atas kehilangan menghadirkan
hampa yang luar biasa dalam dirinya.

-tamat-

6 komentar:

  1. jadi sedih ihikkss
    semoga hal2 menyedihkan tidak selalu datang menghampiri ya...

    BalasHapus
  2. Amiieeenn... Setiap kisah punya makna sendiri, pak edwin.. Tinggal gimana kita menyikapinya..
    Terimakasih sudah membaca.

    BalasHapus
  3. KEREN BANGET,,, Ending yg mengharukan dan Dramatis

    BalasHapus