Sabtu, 24 November 2012

Cicak dan Burung Kenari


Pagi yang cerah. Mentari menyinari setiap celah tanpa lelah. Di sebuah sudut rumah, tampak cicak dan burung kenari saling bercerita tentang harapan dan cita.

“Aku ingin punya sayap, seperti dirimu; jadi aku bisa terbang mengejar nyamuk-nyamuk gemuk, tidak harus menunggu saat mereka lengah dan mendekat ke dinding” ujar cicak pada burung kenari.

“Untuk apa punya sayap kalo tubuhmu terkurung dalam sangkar ini? kau masih beruntung bisa merayap dan melihat seluruh isi rumah, sedangkan aku? Pandanganku hanya sebatas halaman depan rumah ini.’

Sejenak cicak diam. Lalu berkata lagi.
“Tapi kau tetap lebih beruntung, dianugerahi tubuh indah dan manis seperti yang kau miliki, manusia begitu menyukai dan sayang pada dirimu, sedangkan aku? Kau tau mereka akan berteriak-teriak jijik setiap kali melihatku.”

Burung kenari menjawab:
“Justru karena tubuh indahku, aku terkurung dalam sangkar ini. Kau tak tau betapa sakitnya menyadari punya sayap tapi tak bisa terbang kemanapun, terpenjara karena ego manusia.”

Hening sejenak.
‘Tapi aku tetap ingin punya sayap..” bisik cicak.
“dan aku ingin kebebasan..” balas burung kenari.

Suatu hari, sang manusia lupa menutup sangkar burung kenari, cicak yang melihatnya pun, langsung berteriak:
“hai, burung cantik cepatlah keluar dari sangkarmu, pergilah melihat dunia luas, aku akan selalu menunggu ceritamu disini.”
Dengan tergesa burung kenari keluar dari sangkarnya, mengepakkan sayap, terbang menuju dunia luas. Dia tak sabar ingin merasakan berkicau di atas pepohonan, bermain dengan kupu-kupu, terbang menembus awan, menghirup udara kebebasan.

Satu hari, dua hari, seminggu telah berlalu, cicak masih menunggu, menanti cerita burung kenari tentang duia, tentang mimpi dan kebebasannya.
Hingga pada hari ke delapan mereka berpisah. Sore itu tiba-tiba cicak melihat burung kenari di sudut rumah, tampak kusut, lelah, bulu-bulunya kusam penuh debu, warnanya tak lagi kuning cerah, beberapa bagian tubuhnya tercabik dan sayap kirinya terlihat patah.

“Apa yang terjadi denganmu? Kau terlihat kacau..” ujar cicak dengan penuh keterkejutan.
Burung kenari diam sejenak, matanya tampak basah.
“sungguh aku menyesal meninggalkan sangkarku. Dunia luar ternyata begitu kejam, aku terlalu lama hidup nyaman dalam sangkar itu, dan tak pernah siap hidup liar hanya demi kata kebebasan”

Cicak menatap iba burung kenari.
“Dunia seringkali tak seindah imajinasi dan mimpi. Kau tau, seandainya aku punya sayap, aku tak pernah berniat meninggalkan rumah ini, aku ingin punya sayap hanya supaya lebih mudah menangkap nyamuk. Tapi kalo aku pikir lagi, tak punya sayap pun aku masih bisa makan cukup, hanya dengan sabar menanti naymuk-nyamuk yang lelah terbang menempel ke dinding dan aku akan menangkapnya. Kini aku baru menyadari apalah arti mimpi jika pada akhirnya hanya akan menyakiti diri sendiri.

Perlahan cicak melihat tubuh burung kenari semakin lemah, napasnya tinggal satu satu, lalu tak lama kemudian tampak tak bergerak lagi. Kaku. Burung kecil itu telah mati. Tak lama kemudian terlihat iring-iringan semut mulai mendekati bangkai burung itu. Mereka mulai merubung, menikmati, menjalankan tugasnya dalam rangkaian proses rantai kehidupan.

Cicak merenung. Hidup ini memang tentang peran.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar